Minggu, 20 November 2011

Die Regenbogen-Bruecke fuer goldene Fingern

DIE REGENBOGEN-BRUECKE FUER GOLDENE FINGERN

oleh: Michael Gunadi Widjaya


SANG PELANGI TELAH MENJADI TITIAN BAGI JEMARI EMAS

Kalimat yang dipergunakan sebagai judul, dapat diartikan, bahwa Sang Pelangi telah menjadi titian bagi jemari emas. Sosok Jelia Megawati Heru adalah Sang Pelangi, "die Regenbogen". Sosok yang memberi warna nyata pada blantika pendidikan musik di tanah air, khususnya musik piano. Warna yang dalam esensi kreatifnya telah menghantar banyak pribadi, anak-anak, dan dewasa - untuk menjadi sosok yang layak dijuluki sebagai "The Golden Fingers". Sang Pelangi telah berhasil menjadi jembatan "die Bruecke". Kesuksesan pelaksanaan konser The Golden Fingers Piano Ensembles, dapatlah dikatakan purna sudah sebuah episode edukasi musik piano di tanah air. Dan Jelia, "die Regenbogen" adalah jembatannya.



Menjadi menarik manakala menelisik kiprah seorang Jelia Megawati Heru dalam The Golden Fingers. Kiprah Jelia bukan saja sebatas mewarnai blantika edukasi musik, namun memberi pelajaran bagi kita semua, tentang bagaimana seharusnya sebuah fungsi dilaksanakan dalam sebuah perhelatan besar semacam konser piano ensemble. Dalam konser The Golden Fingers, Jelia adalah penggagas sekaligus director.



Gagasan Jelia terasa menyejukkan manakala kita menempatkannya dalam hiruk pikuk pendidikan musik di tanah air yang masih saja carut marut. Oleh ketidakjelasan status lembaga pendidikan musik antara fungsi edukasi dan profit oriented. Ide piano ensemble memberi siraman baru, bahwa musik piano bisa disajikan dengan FUN. Dengan kebersamaan. Dengan saling ungkap, dan saling bagi.



Fungsi pendireksian juga dilakukan Jelia dengan profesional. Segala detil tak luput dari penanganannya - mulai recruitment performance, penyediaan & pemilihan repertoire, Latihan dan bimbingan; Detil pelaksanaan konser, meliputi: pemilihan venue, sponsor, susunan acara, printed material, dokumentasi, bahkan sampai pada make up. Setidaknya ini menorehkan sebuah pelajaran bagi kita, bahwa ranah perhelatan musik adalah sebuah bidang profesi yang mestinya ditangani juga dengan profesionalitas yang pas. Dan itu menuntut seduah pengabdian dan upaya eksplorasi yang tak mengenal lelah.


WWW.PIANO-ENSEMBLES.BLOGSPOT.COM


Salah satu hal yang unik dari pendireksian Jelia adalah dimanfaatkannya teknologi internet. Jelia membuat blog khusus bagi proyek piano ensemblenya. Berisi: testimoni para pelakunya, rekaman video rehearsal, foto-foto, dan juga artikel. Blog tersebut mengajarkan pada kita bahwa musik piano bisa mendapatkan bentuk esential nya dalam ensemble. Juga kendala kendala musikalitas seperti ketepatan interpretasi, keterpaduan teknis, keselarasan ungkapan frase. Semuanya bisa dialihkan menjadi keseharian hidup. Hingga kendala-kendala tadi dapat diselesaikan dengan ngobrol dan makan bakmie. Sebuah semburat pemaknaan keseharian yang di sublimkan dalam ranah musikal.



Konser The Golden Fingers 19 November 2011 di Instituto Italiano Menteng Jakarta,adalah kulminasi.Puncak dari rangkaian panjang cerita tentang hal hal sehari hari yang dibagikan melalui musik.



Publik yang hadir turut menerima asupan. Akan keceriaan anak-anak dengan balon yang adalah ikon khas dunia anak. Tanpa bentuk ensemble, tak mungkin pesan ini tersampaikan dengan wahana musik. Juga bagaimana seorang anak penderita autisme dapat dengan sangat baik mengalunkan kalimat musikal. Jika misalnya, tak ada format ensemble, pastilah tak mungkin bagi seorang penderita autis untuk mengalunkan bunyi. Autisme nya akan mencengkeramnya untuk tak lagi peduli pada hal hal seputar bunyi. Piano ensemble memungkinkan seorang anak penderita autisme merasa diayomi. Merasa ada sebuah nuansa yang layak untuk dia pedulikan selain ego nya.



Piano ensemble juga memnungkinkan seorang anak berusia dini mengenal irama terkenal di dunia.Tanpa format piano ensemble sangat tak masuk akal bagi anak kecil memainkan rumba dan swing hingga sampai pada esensi rasa musikalnya. Jelia dalam kapasitasnya sebagai music educator memahami betul hal-hal semacam ini. Dengan cermat dia memilihkan repertoire yang kental nuansa rumba dan swing tanpa membuat si anak menjadi stress dan tergopoh-gopoh.



Karya masterpiece yang sulit, juga menjadi mungkin dinikmati oleh anak-anak melalui tata bunyi piano ensemble. Dalam konser malam itu, Jelia sempat bertango dengan siswanya, melalui "Liebertango" karya Astor Piazolla. Mengingatkan saya saat seorang Daniel Barenboim, masih sempat berkumpul dengan teman-temannya pemusik kampung dalam kesederhanaan yang memikat & mengalunkan tango.Tanpa format piano ensemble seseorang harus menunggu bertahun tahun untuk dapat berkenalan dengan "Tango" dari Astor Piazolla.



Konser The Golden Fingers juga menampilkan sesi dari para guru piano. Mereka melakukan komunikasi dan saling berbagi. Hal yang dibagikan tentu sudah bersifat hal-hal dasar dalam kehidupan. Mereka dapat berbagi rasa, seperti: mengenal apa itu toleransi, merasakan keindahan kebersamaan. Dan bahwa kesamaan profesi bukanlah sebuah persaingan yang harus disikapi dengan kelicikan. Secara teknis mereka, para guru ini masih sangat terbatas. Dan Jelia bekerja keras untuk itu. Yang menarik adalah bahwa telah terjadi sebuah LIVING SCENE.Sebuah tabir nyata kehidupan. Para guru bagaikan remaja-remaja yang kadang bingung dengan problemanya, sementara Jelia bagai ibu yang dengan pengetahuan dan sikap yang pas mencoba memberi arahan. Sangat menarik!



Untuk langkah ke depan, banyak yang harus disentuh Jelia dan piano ensemblenya. Mestinya harus lebih banyak lagi anak yang diberi kesempatan berbagi rasa melalui permainan musik bersama. Juga semestinya lebih banyak publik yang bisa menikmati rasa saling berbagi melalui musik. Hal demikian menjadikan Jelia sampai pada satu titik. Apakah sudah waktunya untuk melembagakan piano ensemble. Atau..ah..biarlah sang pelangi menoreh warna kreatifnya.

 "Jelia, Sie haben sehr gute Arbeit geleistet! Herzlichen Glueckwunsch!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar